Subscribe Us

Opportunity Cost dan Opportunity Lost dalam Menghadapi Krisis

Tommy TRD

Banyak yang memberikan Vietnam nilai tinggi dalam upaya mengatasi penyebaran wabah Covid-19. Tidak ada kasus baru selama sebulan terakhir, tidak ada korban jiwa, adalah salah satu bukti keberhasilan Vietnam dalam menghadapi krisis Covid-19. Kenapa Vietnam, negara dari "dunia ke tiga" ini bisa begitu mumpuni menghadapi krisis yang yang nyata-nyata membuat negara "kelas satu" pun kewalahan bukan main ? Secara garis besar adalah karena pemerintah mereka pandai berhitung.

Oleh: Tommy TRD

Menyadari kemampuan dan kapasitas fasiltas kesehatan dan tenaga medisnya, maka Vietnam memutuskan, perang melawan Covid-19 harus diupayakan sesingkat mungkin. Tidak boleh berlama-lama. Karena akan memakan korban jiwa dan logistik yang tidak sedikit. Dan mereka tidak siap untuk itu. Alhasil Vietnam berusaha memutus rantai penyebaran Covid-19 dengan segala cara.

Whatever it takes !!! Isolasi rumah, isolasi kecamatan, bahkan isolasi kota dilakukan. Operasi itu dilakukan dengan tingkat stressing yang tinggi, di bawah kendali militer. Ada yang melanggar isolasi atau karantina itu, maka hukuman berat menanti.

Sebagai negara dengan partai politik tunggal, Vietnam memang bisa lebih leluasa dalam mengendalikan kebijakan pemerintahan, dan juga mengendalikan rakyatnya. Kader-kader partai komunis yang tersebar di berbagai kalangan masyarakat juga berfungsi sebagai mata dan telinga pemerintah. Mungkin mirip polisi rahasia Uni Sovyet dulu. Tapi dengan segala kekurangan itu, tidak bisa dipungkiri kebijakan mereka efektif.

Di sisi sebaliknya, rakyat Vietnam pun memang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap pemerintahnya. Entah itu karena takut, atau memang percaya penuh. Yang jelas mereka patuh.

Bagi saya, yang bisa dipetik dari kebijakan pemerintah Vietnam adalah kecerdasan mereka dalam berhitung. Baik berhitung terhadap apa yang ada pada dirinya, maupun berhitung terhadap apa yang mereka hadapi. Persis seperti hitungan juara dunia kelas berat termuda Mike Tyson. Ketika usianya tak lagi muda, ia tahu persis keunggulannya adalah pada bobot power pukulan, bukan pada stamina. Maka sedapat mungkin ia akan "menghabisi" lawannya pada ronde-ronde awal. Karena begitu pertarungan berlangsung hingga 12 ronde, ia akan membayar mahal akibatnya.

Dulu ketika menjabat sebagai Camat Matur dan Kabag Humas Setda Agam, saya memperkenalkan sebuah rumusan yang menurut saya baru kepada semua personil saya. Saya menyebutnya dengan Opportunity Lost dan Opportunity Cost.

Banyak orang beranggapan bahwa kehilangan kesempatan adalah hal yang biasa saja, dan tidak berpengaruh besar terhadap sumber daya yang ada. Saya menyatakan itu pandangan yang keliru. 
Saya meyakini bahwa setiap opportunity lost akan mendatangkan opportunity cost.

Sebagai contoh, ketika anda kehilangan kesempatan untuk membayar tunai, maka anda akan membayar dengan cara kredit. Dan itu artinya ada bunga yang akan menjadi opportunity cost anda. Di dunia usaha, ketika anda gagal mencapai kesepakatan impor ketika harga dollar masih Rp. 10.000,- dan baru mendapatkan kesepakatannya ketika dollar bernilai Rp. 15.000, maka ada selisih Rp. 5000 setiap dollarnya yang akan menjadi opportunity cost anda. Dalam percintaan juga begitu, ketika anda gagal dengan kesempatan menikahi orang yang anda cintai, maka ada "harga" yang harus anda bayar di sisa umur anda. Bukankah begitu ?

Vietnam memiliki banyak keleluasaan dan kelihaian dalam berhitung seperti ini. Mereka menyadari perang panjang menghadapi Covid-19 akan membuat sistem kesehatan mereka collapse. Maka mereka memilih menghabisi cicak daripada harus berurusan dengan buaya di kemudian hari. Semoga. (*)

Posting Komentar

0 Komentar