(Foto Net) |
Agam, Laparta News - Ditahannya empat warga Jorong Batu Basa, Nagari Lawang, Kecamatan Matur oleh Polres Agam sangat disayangkan oleh banyak pihak. Meskipun demikian, sejumlah perangkat nagari baik itu Walinagari Lawang, Kerapatan Adat Nagari (KAN), Badan Musyawarah (BAMUS) maupun niniak mamak dan tokoh masyarakat akan terus berjuang untuk mencarikan solusi terkait kasus yang disangkakan kepada empat warga tersebut.
Ke empat warga tersebut yakni Mulyadi, Jun Mansur, Beni, dan Zal Bandaro. Penahanan terhadap empat warga itu bukan tanpa sebab, pasalnya mereka diduga telah melakukan aksi pengrusakan terhadap bangunan kantor dan lahan pertanian milik Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Agam Raya di Jorong Padang Galanggang, Padang Kubuak, Nagari Matur Mudiak, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam.
Aksi anarkis yang dilakukan oleh sejumlah warga itu dipicu lantaran kantor tersebut dibangun di atas lahan yang diklaim sebagai tanah ulayat masayarakat Nagari Lawang. Tidak hanya bangunan kantor, warga juga merasa kesal lantaran sebagian lahan pertanian yang merupakan program KPH Agam Raya melalui Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat juga berada di atas lahan milik warga Nagari Lawang.
Walinagari Lawang, Jamal Datuak Lelo Ameh mengaku, sejauh ini pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin untuk mencari jalan keluar terkait masalah sengketa lahan yang berujung pada penahan terhadap empat orang warganya di Mapolres Agam. Selain fokus terhadap masalah sengketa lahan, berbagai upaya jkuga terus dilakukan untuk membebaskan ke empat warganya agar terlepas dari jeratan hukum.
"Pertama perlu kita samakan pemahaman bahwa, kasus sekarang yang terjadi adalah penetapan batas ulayat nagari bukan batas administratif pemerintah. Jadi tentu kalau batas ulayat adalah kewenangan dari tokoh adat beserta anak kemenakan yang mempunyai ulayat tersebut. Untuk membahas masalah ini kita akan gandeng tokoh adat, ninik mamak agar semuanya menjadi jelas," ujar Jamal kepada LapartaNews.com beberapa waktu lalu.
Jamal menjelaskan, sebelum terjadinya pengrusakan itu, pihaknya telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak Pemerintah Kabupaten Agam untuk membahas masalah batas ulayat. Pemkab Agam melalui Asisten I Bidang Pemerintahan meminta agar pihak nagari harus bisa mempersiapkan data-data pendukung yang memperkuat hak ulayat ninik mamak, atau ada orang tua di nagari yang paham betul tentang batas ulayat antara Nagari Lawang dan Nagari Matur Mudiak.
"Bahkan kita di nagari beserta ninik mamak juga sudah menyampaikan persoalan ini ke Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar dan di tembuskan kepada Gubernur, DPRD Provinsi, Kementrian Kehutanan serta berbagai pihak yang terkait. Namun masyarakat melalui KAN Lawang belum dapat tanggapan dari penyelesaian kasus ini, sehingga terjadilah kejadian perusakan tersebut secara spontanitas dari warga kita," jelasnya.
Masih kata Jamal, pasca terjadinya insiden itu, pihaknya bersama dengan KAN dan Bamus telah dua kali mengadakan pertemuan dengan pemerintah daerah (Pemda). Dalam pertemuan itu, Sekda Agam berjanji akan memfasilitasi pertemuan dengan pihak kehutanan untuk mengupayakan jalan damai. Namun sampai ditahannya ke empat orang itu, pemda belum lagi merealisasikan pertemuan untuk upaya damai tersebut.
"Karna tidak ada tanggapan dari pemerintah maka KAN dan beberapa orang inik mamak yang difasilitasi Walinagari meminta kepada anak kamanakan yang di perantauan Medan dan Jakarta. Karena ada anak kamanakan kita yang jadi Anggota DPR RI dan meminta agar kehutanan mencabut perkara ini. Bahkan kita juga telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pihak Polres Agam. Namun pihak Polres Agam mengaku penahan itu dilakukan berdasarkan atensi dari Polda Sumbar," bebernya seraya mengaku akan terus berjuang untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah dan kasus yang menimpa ke empat warganya itu.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Agam, M Abrar SAg saat dikonfirmasi terkait tanggapannya mengenai masalah tersebut mengaku, hendaknya pihak terkait dalam hal ini Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Agam Raya harus terlebih dahulu mengetahui batas wilayah daerah yang akan dijadikan sebagai tempat untuk menjalankan programnya. Sehingga program yang direncanakan tidak bermasalah dikemudian hari.
"Yang ada malah program itu tetap terus dikerjakan tanpa adanya kesepakatan dari warga yang merasa sebagai pemilik lahan. Wajar saja masyarakat menjadi marah, sehingga emosi massa tidak terbendung dan terjadi tindakan anarkis dari warga yang merasa dirugikan," katanya.
Sebagai wakil rakyat, pria yang duduk di Komisi I Bidang Pemerintahan ini juga telah berupaya untuk mencari solusi terkait masalah tersebut. Ia mengaku khawatir, masalah tersebut akan menjadi bola panas diantara kedua belah pihak yang bertikai. Mengingat ada sebagian masyarakat yang merasa haknya telah dirampas.
"Secara hukum aksi anarkis yang dilakukan oleh sejumlah warga itu memang salah. Namun dibalik aksi anarkis itu tentunya ada sebab dan akibatnya. Untuk itu, alangkah baiknya masalah ini bisa diselesaikan secara damai. Sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dalam hal ini," imbuhnya.
Disinggung terkait upaya yang telah dilakukan pihaknya dalam membantu empat warga yang tersandung perkara hukum atas dugaan kasus pengrusakan kantor KPH itu, Abrar mengaku secara pribadi telah berkoordinasi dengan pihak Bareskrim. Namun, upaya itu hingga saat ini belum ada tanggapan yang pasti.
"Kami dari DPRD dan pihak terkait akan terus berusaha dan berjuang mencari solusi yang terbaik. Kita berharap ada kesadaran dari semua pihak untuk menyelesaikan masalah ini. Karena disaat seperti inilah keberpihakan kita kepada masyarakat dituntut. Kita berharap masalah ini tidak berlarut-larut dan dapat segera diselesaikan," pungkasnya. (LN 01)
0 Komentar